Selasa, 11 Januari 2011

THE DOVELOPMENT AND MODIFICATION OF SOCIAL BEHAVIOR

PERKEMBANGAN DAN MODIFIKASI PERILAKU SOSIAL

Perilaku sosial adalah suatu perangkat alat dalam pengawasan perubahan di lingkungan. Beberapa perubahan dapat diprediksi secara berkala, seperti perubahan terang-gelap dan musim. Tapi kebanyakan perubahan tersebut berubah-ubah dan tak terduga, termasuk perubahan dalam jumlah makanan, sarang, predator, perubahan atas temperature dan hujan pada setiap musim, dll. Organisme harus bisa menghadapi fenomena lingkungan ini dengan baik. Tidak semua organisme dapat menanggapi perubahan lingkungan ini dengan baik, hanya mereka yang bisa menyesuaikan diri yang dapat bertahan dengan perubahan-perubahan tersebut dan melestarikan keturunannya.
Organisme membutuhkan perlengkapan yang lebih tinggi dalam menghadapi perubahan-perubahan ini, termasuk perilaku sosial. Perubahan ke arah yang lebih maju dalam siklus hidup menciptakan program baru terhadap perilaku dan respon fisiologi dan dilepaskannya hormon yang mengubah kesiapan bereaksi atas stimulus yang diberikan dengan pembelajaran dan perilaku berdasarkan insting. Perilaku sosial adalah suatu bentuk adaptasi. Perangkatnya dimulai dari skala waktu evolusioner dan bekerja melalui hierarki pembelajaran, bermain dan sosialisasi, perilaku berdasarkan hormonal, perkembangan ontogeni dan motivasi.

Menyikapi Lingkungan Dengan Perubahan Revolusioner
Evolusi yang dapat menuntun kepada bentuk species yang lebih kompleks dapat terjadi meskipun tanpa aplikasi seleksi yang kuat.
Terdapat pembenaran atas teori genetik dan eksperimen pada hewan untuk membentuk sebuah dalil bahwa evolusi perilaku adalah sebuah kemungkinan dan dalil ini dapat bercabang ke setiap aspek organisasi sosial. Namun parameter independen menyisakan intensitas dan persistensi seleksi alam. Jika satu dari lainnya sangat rendah, atau jika seleksi menstabilkan, perubahan evolusioner yang signifikan akan memakan waktu lebih daripada teori minimum atas 10 generasi. Kemungkinan akan diperlukan jutaan turunan. Namun meskipun ada teori dan eksperimen laboratorium yang memprediksi evolusi perilaku, tetap saja kita harus selalu kembali melihat ke alam untuk mengetahui sejauh mana kenyataannya.
Parameter lainnya yang dalam persamaan evolusioner adalah kompleksitas perubahan genetik. Kita tahu bahwa substitusi gen tunggal dapat disempurnakan dalam 10 generasi. Konsekuensi yang paling penting adalah biasanya beberapa karakter, katakanlah keagresifan atau kemampuan untuk merespon rangsangan bau, mungkin berkurang atau hilang. Hal ini dapat mengacu pada fakta bahwa allel baru yang paling sering bertindak dengan mengurangi atau menghapuskan beberapa kemampuan metabolik melalui langkah pengeblokan biokimia tunggal, pengaruhnya pada perilaku sosial, jika ada, kemungkinan besar akan tidak berpasangan. Terkadang kebutuhan respon sosial yang diberikan terhapus oleh perubahan lingkungan.

Hierarki Respon Organisme
Pengamatan menurun atas hierarki perlengkapan jelajah dari perubahan evolusioner dan morfogenetik ke meningkatnya derajat pembelajaran menghasilkan peningkatan tetap dalam respon spesifisitas dan presisi. Organisme hidup harus membuat keputusan dan harus hidup dan mati dengan keputusan yang telah dibuatnya itu, dengan perubahan lebih lanjut yang akan ditinggalkannya untuk generasi selanjutnya. Kebanyakan organisme merespon dengan menyesuakan diri, dan hal ini merupakan evolusi atas hierarki organisme. Hewan multiseluler dapat memasang cukup neuron untuk memprogram respon kompleks instingtif. Mereka juga dapat memajukan bentuk pembelajaran dan menambah sistem endokrin yang cukup kompleks untuk meregulasi serangan dan intensitas berbagai perilaku. Terdapat tingkatan hewan dalam merespon rangsangan :
  1. tingkat terendah, hewan dengan insting reflek. Organisme yang mewakili adalah yang memiliki konstruksi tubuh yang sederhana sehingga hanya mengandalkan stimulus dari lingkungannya untuk memandu perilakunya. Dan respon yang diberikan juga hanya berupa tindakan reflek. Organisme yang mendekati tingkat ini umumnya adalah coelenterata, porifera, cacing pipih dan invertebrata rendah lainnya.
  2. tingkat menengah,  hewan tipe pembelajar langsung. Organisme yang  termasuk tingkat ini memiliki sistem syaraf pusat dengan ukuran otak yang cukup. Sebagian perilakunya relatif sama, telah terprogram, bergantung pada tanda stimulus yang tak pasti dan merupakan species spesifik. Contoh organisme ini adalah arthropoda, seperti udang, lebah, cephalopoda, vertebrata berdarah dingin dan burung-burung.
  3. tingkat tertinggi, pembelajar umum. Organisme yang termasuk tingkat ini memiliki otak yang cukup besar untuk membawa sejumlah memori. Sedikit dari kelompok ini yang perilakunya terprogram secara morfogenetik pada tingkat syaraf. Setidaknya diantara vertebrata sistem endokrin tetap mempengaruhi kerja respon. Tingkat sosial seperti ini diwakili oleh manusia, simpanse, babon, makaka dan primata lainnya.

Menyikapi Lingkungan Dengan Perubahan Morfogenetik
Respon terbesar atas perubahan fluktuasi lingkungan adalah modifikasi bentuk tubuh. dua atau lebih tipe morfologi yang juga berbeda karakter fisiologi dan perilaku terdapat pada organisme yang berkembang. Untuk merespon berbagai rangsangan dari lingkungannya, organisme kemudian memilih bentuk seperti apa yang akan ditransformasikan pada tubuhnya. Bentuk rinci dari respon morfogenetik adalah sistem kasta pada serangga dan invertebrata berkoloni. Hewan yang belum dewasa berkembang tidak hanya berdasarkan perbedaan set gennya saja tapi juga semata-mata karena menerima stimulus dari lingkungannya, misalnya dengan kehadiran pheromone dari anggota koloni lain, jumlah dan kualitas makanan yang diterima  pada periode kritis pertumbuhan, temperatur, dll. Proporsi individu yang menjadikan berbagai kasta sesuai dengan respon bertahan dan bereproduksi pada koloni sebagai satu kesatuan.

Penyebaran Nongenetik Atas Pengalaman Maternal
Ketika induk tikus tertekan secara fisiologis dalam berbagai cara, perkembangan emosi keturunannya berubah untuk dua generasi selanjutnya. Dengan kata lain masa depan individu dapat di pengaruhi ketika dalam kandungan. Pengalaman si betina dapat mempengaruhi perilaku bahkan hingga ke cucunya. Contohnya, keturunan tikus yang neneknya tidak dibesarkan oleh manusia, kemudian ibunya dibesrkan didalam kurungan akan lebih aktif dibanding dengan yang sebaliknya. Artinya pengaruh maternal mempengaruhi secara langsung juga berdasarkan pengalaman neneknya.
Pengalaman yang mengikutsertakan tekanan apapun diketahui akan merespon kompleks pituitary-adrenal, yang kemudian akan mempengaruhi perkembangan uterine fetus.
Interaksi sosial pada kera dan cara mereka merespon secara umum pada anggota lainnya dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya

Hormon Dan Perilaku
Hormon vertebrata memiliki pengaruh yang lebih luas dalam perilaku sosial. Hormon membantu meregulasi sejumlah peristiwa murni fisiologikal termasuk pertumbuhan, perkembangan metabolisme dan keseimbangan ion. Hormon juga melatih perilaku seksual dan agresivitas hewan. Ada dua garis besar hubungan antara hormon dan perilaku vertebrata :
  1. fungsi hormon adalah untuk memperlengkapi hewan. Hormon mempengaruhi intensitas gerakan-gerakan hewan atau dalam ekspresi pendekatan profesional yang netral terhadap rangsangan-rangsangan. Secara langsung, hormon bahkan mengubah proses fisiologis lainnya dan sejumlah besar sektor perilaku hewan. Efek hormon tidak dapat secara cepat dihilangkan atau dihadirkan. Hormon dapat menangkap reaksi perubahan lingkungan, seperti perubahan musim yang dapat diperkirakan dengan meningkat dan menurunnya fotoperiod harian secara stabil, tekanan udara dingin yang ekstrim atau ancaman dari predator dan kehadiran pasangan yang ditandai dengan dilepaskannya suara-suara, bau atau stimulus lainnya. Seekor hewan tidak dapat memandu pergerakannya atau membuat keputusan hanya melalui daya kerja hormon, tapi harus berdasarkan kecepatan atau isyarat langsung untuk memicu adanya pergerakan yang spesifik.
  2. Hubungan intim, perilaku seksual dipengaruhi oleh hormon yang kuat pada hewan dan sejumlah sel spesifik yang ada pada inti sistem syaraf. Pelepasan hormon reproduksi kedalam aliran darah tikus betina sensitif pada sinyal dari tikus lainnya. Terdapat beberapa perubahan fisiologis yang berbeda pada tikus :
    1. Efek Bruce, mengungkap usaha kehamilan tikus betina oleh tikus jantan yang memiliki bau yang cukup berbeda dari tikus betina menghasilkan kegagalan implantasi
    2. Efek Lee-Boot, ketika sekitar 4 atau lebih tikus betina berkelompok bersama dengan kehadiran tikus jantan, estrus akan tertekan dan akan berkembang kehamilan semu pada 61 % individu. Penyesuaian yang signifikan pada fenomena ini tidak jelas, tapi ini terbukti merupakan saran untuk mereduksi perkembangan populasi dibawah kondisi densitas populasi yang tinggi
    3. Efek Ropartz, bau tikus lainnya menyebabkan kelenjar adrenal dari individu tikus berkembang lebih berat dan meningkatkan produksi coricosteroids, hasilnya adalah penurunan kapasitas reproduktif pada hewan. Sebagian ekologist sepakat bahwa sindrom ini sebagai penjelasan atas fluktuasi populasi
    4. Efek Whitten, suatu bebauan yang ditemukan pada urin tikus jantan menyebabkan dan mempercepat siklus estrus pada si betina. Efeknya kebanyakan diteliti pada betina yang siklusnya telah ditekan oleh pengelompokan, introduksi jantan yang kemudian memulai siklusnya secara lebih serempak atau sebaliknya.
Stress memiliki pengaruh penting pada sistem endokrin mamalia. Fakta ini diketahui dari penelitian hyperthyroidisme pada manusia yang diikuti oleh sindrom ketakutan yang sangat hebat.
Belum terbukti secara resmi bahwa efek yang sama akan dihasilkan dari tekanan sosial tingkat atas pada kelompok hewan. Rowel (1970) meneliti bahwa babon betina (Papio anubis) dikalahkan oleh betina lain karena memiliki siklus menstruasi yang lebih lama. Ketika mereka diisolasi dari lawannya, periealnya membengkak, sementara kulit kelaminnya berubah dari merah muda cerah ke merah muda keabu-abuan. Perubahan hormonal dapat  disebabkan oleh tekanan dalam lingkungan sosial namun dapat pula disebabkan oleh psychologis eksperimental.

Belajar
Fenomena pembelajaran menciptakan sebuah paradoks. Sepertinya menjadi sebuah kekuatan yang saling meniadakan dalam evolusi. Perilaku individu atas pembelajaran tidak dapat dialirkan ke keturunannya. Jika belajar adalah proses umum dimana setiap otak diberi pengalaman segar maka perputaran seleksi alam pasti semata-mata untuk menjaga kertas putih atau keaslian pada otak agar tetap bersih dan lunak. Ketika derajat pembelajaran telah mencapai tingkat yang paling tinggi, maka perilakunya tidak dapat berkembang lagi. Belajar juga menjadi perintis evolusi. Ketika perilaku eksplorasi menuntun suatu hewan menerobos ke arah peningkatan pertahanan dan reproduksi, maka kapasitas untuk perilaku seperti ini yang akan diistimewakan oleh seleksi alam. Memungkinkannya porsi anatomi khususnya otak, akan disempurnakan oleh evolusi kemudian. Prosesnya dapat mengarah ke peniruan yang lebih hebat atas suksesnya perilaku baru (bentuk insting). Proses belajar bukanlah karakter dasar yang timbul dengan evolusi ukuran otak yang lebih besar, melainkan kesatuan yang berbeda atas adaptasi perilaku yang berbeda pula.Hewan muda sangat menampilkan kemampuan dari belajar.Anak kucing yang baru lahir buta, hampir tidak bisa merangkak pada perutnya, dan umumnya tak berdaya.Namun demikian dalam beberapa kategori sempit yang harus melakukan untuk bertahan hidup, hal itu menunjukkan kemampuan maju untuk belajar dan melakukan. Menggunakan isyarat penciuman, ia belajar dalam waktu kurang dari satu hari merangkak jarak pendek untuk tempat dimana ia dapat mengharapkan untuk menemukan ibunya.Dengan bantuan baik penciuman atau rangsangan lain yang mengingat rute sepanjang perut ibu untuk puting susu yang disukai sendiri. Dalam uji laboratorium dengan cepat datang untuk memberitahu satu puting buatan dari yang lain hanya perbedaan moderat dalam tekstur.

Ontogeni Nyanyian Burung
Lagu yang dimainkan oleh burung jantan untuk menyatakan daerah teritorinya dan untuk merayu betinanya memiliki tipe struktur yang kompleks dan berbeda pada setiap species. Diketahui bahwa perbedaan nyanyian burung ini terdapat pada dialek dan iramanya yang membedakan populasi geografinya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa nyanyian burung berkembang penuh ketika mereka berusia 200 hingga 250 hari. Kemudian diketahui pula bahwa dialek nyanyian burung tersebut dipelajari dari burung dewasa sebelum burung yang lebih muda tersebut dapat bernyanyi. Burung gereja yang dibesarkan oleh tangan manusia dapat menyanyikan nyanyian dari wilayahnya atau dari wilayah lainnya jika diperdengarkan kaset nyanyian burung pada usia sekitar 2 minggu atau 2 bulan. Ini menyatakan bahwa perilaku burung juga dapat dipengaruhi boleh pembelajaran yang didapatnya dari lingkungan hidup sekitarnya.Konishi juga menemukan bahwa ketika burung diambil dari sarang dan tuli dengan penghilangan koklea, mereka hanya dapat menghasilkan serangkaian catatan tidak berhubungan ketika mereka mencoba untuk menyanyi.

Kepentingan relatif dari pembelajaran
            Pusat dari kontrol kopulasi serangga jantan berada pada ganglia di bagian perut. Otak mempunyai fungsi untuk menjaga serangga jantan dari pengaruh hormon pheromon dan semua signal dari serangga betina. Tetapi pada serangga, fungsi otak tidak berpengaruh banyak, terbukti pada belalang sembah yang tetap melakukan kopulasi dengan betinanya yang kanibal. Pada vertebrata berbeda dengan serangga yang sebagian besar perilaku seksualnya selalu dikontrol oleh otak di bagian cerebral neocortex. Pentingnya peranan lingkungan dalam perilaku seksual diikuti juga dengan meningkatnya volume otak, ketika keefektifan hormon bekerja untuk memulai dan mengakhiri (aktivitas seksual) maka peranan lingkungan tidak berarti.
            Pemikiran tentang perilaku seksual itu dapat dilihat dari 1 segi dari meningkatnya aturan yang tidak dijelaskan tentang bagaimana sebuah aturan diberlakukan lebih ketat daripada biasanya untuk menahan perilaku yang berubah secara cepat di dalam suatu lingkungan. Dalam mengevaluasi kepentingan dari belajar dan skill dalam perilaku primata yang dibebaskan, harus diingat bahwa kriteria untuk mencakup kesuksesan dalam bertahan hidup saat kondisi krisis dan tidak bisa menerapkan pola hidup yang benar dari hari ke hari.

Sosialisasi
Para ahli menyatakan bahwa sosialisasi pada hewan lebih banyak tertuju pada proses belajar (Poirier, 1972). Bersosialisasi artinya seluruh aktivitas bergaul yang akan mengubah perkembangan individu. Pada bidang sosiologi, bersosialisasi artinya melatih infant dan anak agar dapat melakukan kegiatan/aktivitas bersosial pada masa yang akan datang. Terbentuknya sosialisasi memiliki kaitan erat dengan ukuran dan kompleksitas dari otak dan tingkat keterlibatan dari proses belajar. Namun, bila terjadi perbandingan maka pengertian sosialisasi harus mencakup  rentang iduksi respon yang muncul pada hidup individu. Dalam hal ini sosialisasi dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
  1. morfogenetik sosialisasi, contohnya perbedaan dalam kasta
  2. mempelajari karakteristik perilaku species
  3. enkulturasi
Anggota dari koloni invertebrata rendah dan serangga sosial melakukan kegiatan sosial berdasarkan fisiologis dan perilaku yang  menentukan kasta mereka pada awal perkembangan. Penentuan kasta pada serangga sosial ditentukan oleh pengaruh fisiologi koloni dewasa dalam perkembangan individual. Kadang pada jenis semut, yang menentukan kasta adalah jumlah makanan yang diberikan pada larva. Pada lebah madu, kualitas makanan adalah segalanya, tergantung dari keberadan atau tidakanya elemen yang terdapat pada royal jelly, yang diberikan pada larva. Pada rayap, bila feromon yang dihasilkan oleh raja dan ratu dihambat, maka sebagian besar nimphanya menjadi kasta pekerja steril.
Para ahli lebih banyak melakukan penelitan mengenai perilaku sosial hewan pada primata.  Hal ini dikarenakan persamaan yang erat dalam hal filogenik antara monyet dunia lama dengan kera besar (apes) dan manusia, serta perilaku belajar bersosialisasi pada hewan ini cukup rumit. Banyaknya waktu yang digunakan untuk setiap aktivitas berubah secara linear atau dalam bentuk logaritma yang seiring dengan perubahan umur, hal ini menunjukkan fungsi waktu yang berbeda yang digunakan species sesuai umurnya.
Poirier (1972),  menyimpulkan bahwa perkembangan sosial secara alami dapat dibagi menjadi 4 tahapan yaitu:
  1. neonatal period, dimana infant merupakan makhluk yang sangat rapuh dan bergantung pada induknya. Asupan makanan (susu) masih sangat terbatas, dan infant bergerak dengan cara memengang erat tubuh induk.
  2. transition period, pergerakan infant masih tergantung pada induknya. Namun, sesekali meninggalkan induk untuk bermain dan makan sendiri. Pada kebanyakan species primata periode transisi berlangsung selama beberapa bulan, tahap ini diakhiri dengan jarang terlihatnya infant bersama induknya.
  3. peer socialization, tahap ini ditandai dengan kontak lebih banyak dilakukan dengan anggota grup lain daripada dengan induk. Kontak paling banyak dilakukan dengan betina yang lebih tua, dan kawan sebaya. Kunci utama tahap ini adalah infant sudah tidak menyusu pada induknya.
  4. juvenile-subadult period, pola perilaku infant sudah mulai hilang dan diganti dengan pola perilaku dewasa, dimana perilaku seksual mulai dipraktekkan. Betina lebih cepat dewasa dibandingkan jantan.
Keempat tahap tersebut diperlukan oleh hewan agar perkembangan perilakunya normal sehingga dapat mempertahankan keberadaannya dan mendapatkan status yang jelas. Karena bila suatu hewan kehilangan salah satu tahap tersebut maka hewan akan mengalami trauma yang mengakibatkan ”kemunduran sosial”.



Bermain
            Bermain memiliki peran yang besar bagi perkembangan sosial mamalia. Dengan bermain, suatu hewan dapat memulai bersosialisasi dengan kelompoknya. Karl Groos (1898) mengatakan, bahwa bermain memang tidak memerlukan tanggung jawab, namun, dengan bermain berarti mempersiapkan individu untuk dapat menghadapi tugas/ujian dimasa yang akan datang. Konrad Lorenz (1950,1956) juga mengatakan bahwa bermain memaksa hewan untuk mengasah instingnya agar dapat bertindak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan bermain hewan dapat menemukan kombinasi stimulus yang tepat sehingga didapat respon yang tepat pula. Melalui bermain hewan dapat menemukan sesuatu hal yang baru, misalnya dari ”Apakah Kegunaan Benda Ini” menjadi ”Apa Yang Dapat Dilakukan Dengan Benda Ini”.
            Pola bermain hanya ditemukan pada mamalia berdarah panas, dan tidak terdokumentasi pada serangga. Pada burung pola bermain ditemukan pada burung gagak, jackdaws, dan famili Corvidae. Fagen (1974) menganalogikan bermain dengan proses mekanisme kromosom, yang memiliki efek yang sama dalam keanekaragaman.

Tradisi, Kebudayaan Dan Penemuan
            Tradisi merupakan bentuk perilaku khusus suatu species yang diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya dengan cara belajar. Beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh hewan untuk berkomunikasi telah dipelajari, dimana hal ini merupakan dasar terbentuknya tradisi.Bentuk kebiasaan yang dipelajari antara generasi contohnya dilakukan oleh jenis burung penyanyi. Contoh tradisi yang paling baik adalah individu yang melakukan migrasi untuk reproduksi, mencari makan, bahkan beristirahat. Tradisi pada hewan dapat berubah bila mendapatkan tekanan dari luar seperti perubahan lingkungan. Hal ini dapat dilihat pada Presbytis johnii (langur) yang mengubah makanan pokoknya dari akasia menjadi Litase dan Loranthus akibat berubahnya habitat alami oleh aktivitas manusia. Bahkan beberapa kelompok mulai memakan Eucalyptus globulus, yang ditanam pada habitat alami langur.
Beberapa cara berkomunikasi hewan telah dipelajari ,dan untuk keberadaan itu mereka menunjukkan sebuah bentuk elemen dari suatu tradisi.Populasi lokal menjadi berbeda melalui jalur tradisi dengan beberapa  potensi dari konsekuensi yang sebelumnya ada di dalam suatu konteks yang berbeda :kompatibilitas yang lebih besar  dari pasangan dan efisiensi komunikasi antara jantan dan betina,penerapan berefek  kepada musuh atau predator,pengisolasian reproduksi secara parsial dari tiap pasangan di tentukan oleh sebuah kebiasaan ,yang menjaga kedekatan adalah kelompok gen dengan kondisi tertentu adalah lingkungan setempat.Seluruh faktor lain yang dianggap sama atau tidak berarti,sebagian besar  geografis disana ,ada beberapa spesies yang berkurang dan ada spesies yang bertambah dikarenakan behavioral plasticity. Daerah kebiasaan  di Bukit Indian Minah (Gracula religiosa). Kebiasaan untuk mencari informasi dasar setidaknya belajar dari beberapa generasi yang tersebar luas di daerah spesies burung penyanyi (Thielcke,1969). Perbedaan geografis burung penyanyi telah dilaporkan ke dalam beberapa jenis mammalia,termasuk pikas,paus pothead,dan monyet tupai.Hal ini sangat penting diketahui,karena suatu variasi didasarkan berdasarkan perbedaan genetik dan bukan merupakan suatu tradisi yang sesungguhnya. LeBoeuf dan Peterson (1969) berpendapat bahwa perbedaan antara populasi anjing laut di pulau-pulau sepanjang pantai California berdasarkan bagian yang dipelajari. Beberapa populasi yang ditemukan  sangat kecil dari beberapa individu selama ekspansi keseluruhan populasi dibeberapa tahun terakhir.
Kebanyakan tradisi adalah cara terbaik untuk penyelidikan hewan yang berkaitan dengan Ortstreue. Ortstreue adalah kecenderungan individu untuk kembali ke tempat-tempat yang digunakan oleh nenek moyang mereka dalam rangka untuk mereproduksi, untuk memberi makan, atau hanya untuk beristirahat.manifestasi yang paling mencolok adalah dalam jalur migrasi burung dan mamalia. Setiap tahun bebek,dan angsa bermigrasi ratusan atau ribuan kilometer, mengikuti flyways tradisional yang sama, berhenti di tempat istirahat yang sama, dan berakhir di peternakan yang sama dan atas siklus musim dingin. Karena burung terbang di kawanan kaum tua, ada kesempatan berlimpah bagi kaum muda untuk mempelajari jalur atau rute perjalanan dari orang tua mereka.Semakin besar kesetiaan ditunjukkan oleh burung-burung ke flyways, semakin sedikit aliran gen antara populasi perkembangbiakan lokal, dan akibatnya semakin kuat variasi geografis dalam spesies (Hochbaum, 1955).
Rusa adalah mamalia yang mungkin  paling menyerupai burung dalam perilaku migrasi, menunjukkan kesetiaan sebanding dengan rute tahunan mereka bermigrasi dan membuat suatu rute dasar (Lent, 1966). Ikan bermigrasi, termasuk ikan haring (Clupea), belut (Anguilla), dan salmon (Oncorhynchus, Salmo), kembali menempuh jarak yang jauh dengan daerah perkembang biakan mereka.Dalam kasus salmon, ikan tampaknya mengikuti bau dari aliran dalam minggu-minggu pertama hidup mereka (Hasler, 1966, 1971).Akibatnya, tradisi dalam arti yang sesungguhnya tidak mungkin ada, Ortstreue adalah mungkin tanpa tradisi. Kupu Monarch (Danaus plexippus) mungkin adalah juara dalam jarak jauh antara serangga yang  bermigrasi, setiap musim semi mereka terbang dari utara dan selatan setiap musim gugur untuk jarak hingga 1500 kilometer setiap bermigrasi (Urquhart, 1960). Salah satu ujung di pantai barat Amerika Utara, California.Di beberapa daerah selama musim dingin Kupu Monarch menetap di pohon yang sama selama tahun demi tahun. "pohon kupu-kupu" yang terkenal di Pacific Grove telah digunakan selama setidaknya 70 tahun. Kupu Monarch bisa hidup selama dua generasi untuk tumpang tindih, dan mungkin bahwa individu-individu yang lebih tua secara tidak sengaja bisa membantu yang tidak memiliki pengalam  untuk bermigrasi pada musim dingin. Jika memang demikian, serangga ini bisa dikatakan memanfaatkan bentuk dasar dari tradisi.
Pada skala yang berbeda, cara bermigrasi yang digunakan oleh mamalia tentu tradisional. Bagi kijang bertahan selama beberapa generasi, dan di mana mereka mengikuti jalan dengan cara menelusuri batu, mungkin selama berabad-abad. Kura-kura Galapagos (Testudo Elephantopus) mengikuti jejak yang mereka buat selama migrasi tahunan mereka.Pada awal musim hujan mereka turun dari habitat lembab dan mata air dari dataran tinggi ke dataran rendah untuk makan dan bertelur. Kemudian mereka akan naik kembali ke daerah dataran tinggi. Di beberapa tempat kura-kura berjalan untuk puluhan kilometer dan membutuhkan berhari-hari untuk mengikuti jalan, dan hampir pasti berlangsung selama beberapa generasi (van Denburgh, 1914). Tempat berkembang biak bagi sebagian besar burung merupakan tradisional. Wynne-Edwards (1962) telah meminta perhatian Viking nama-nama tertentu dari Kepulauan Inggris berdasarkan jenis burung yang bersarang di sana pada abad ke delapan ke sepuluh. Nama-nama tersebut masih sesuai: misalnya, Lundry, "pulau puffins", dan Sulisgeir, ". Rock gannet '" Bahkan sarang dan tempat betenggernya burung dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan derajat penutupan yang besar dan philopatry masyarakat, dan semakin kompleks dan memperpanjang sosialisasi untuk kaum muda, tradisi mempunyai peran lebih penting untuk  mengasumsikan dalam organisasi sosial. Geist (1971a) telah mencatat pertemuan semua faktor ini dalam menciptakan tradisi yang kuat di kelompok domba gunung.Cara di mana domba gunung menetapkan rentang/jarak antara rumah terkait erat dengan sistem sosial mereka..Betina  pada umumnya mengadopsi jarak/rentang rumah pada kelompok wanita yang mengangkat mereka, tetapi beberapa jarak mewarisi rumah dari kelompok perempuan. Betina  memiliki periode kritis antara satu dan dua tahun di mana mereka dapat beralih ke kelompok lain betina jika mereka kebetulan bertemu, atau mengikuti sang jantan ke daerah lain dan bergabung dengan wanita yang ada. domba muda mungkin hanya mengikuti individu-individu dari kelompok ibu mereka karena mereka tidak bertemu domba lain.Domba gurun jantan muda "kelompok jelajah" dari betina beberapa waktu setelah tahun kedua mereka hidup dan bergabung dengan kelompok domba jantan.
Ada perbedaan lain: bahwa betina mengikuti betina yang lebih tua, khususnya mereka dengan domba, jantan biasanya mengikuti domba jantan dengan tanduk terbesar. Ketika domba menjadi lebih mandiri, mereka pada gilirannya diikuti oleh laki-laki yang lebih muda dan dengan demikian pasif menularkan tradisi daerah kepada mereka. Pada usia empat setengah tahun domba jantan tampaknya terpaku pada suatu pola jelajahnya.
Sejarah Kasus yang paling hati-hati mendokumentasikan penemuan dan tradisi pada primata berasal dari studi tentang kera Macaca fuscata Jepang.Sejak tahun 1950 ahli biologi dari Pusat Monyet Jepang telah menyimpan catatan sejarah individu dalam pasukan liar yang terletak di beberapa tempat: Takasakiyama, dekat ujung utara Kyushu, Koshima, sebuah pulau kecil di lepas pantai timur Kyushu, dan Minoo dan Ohirayama di Honshu. Studi lebih santai telah dibuat di daerah lain. Pada tahap awal para ilmuwan Jepang mengalami perbedaan antara kelompok dalam tradisi perilaku mengumpulkan makanan.Monyet-monyet di Minoo Jurang telah belajar bagaimana untuk menggali akar tanaman dengan tangan mereka, sementara mereka di Takasakiyama, meskipun tinggal di habitat yang sama, tampaknya tidak pernah menggunakan teknik tersebut. Populasi di Syodosima teratur menyerbu sawah dengan biaya pada tanaman, tetapi pasukan di Takagoyama tidak pernah diamati untuk melakukannya, meskipun fakta bahwa mereka telah hidup selama bertahun-tahun di bukit yang dikelilingi oleh sawah dan kadang-kadang melewati mereka selama pengembaraan mereka nomaden (Kawamura, 1963).
            Akibat perubahan habitat alami langur menjadi lahan untuk penanaman kentang, maka langur mulai memakan kentang yang terdapat dalam tanah dengan cara menggali tanah menggunakan tangan mereka. Contoh penemuan lain dilakukan oleh jenis babon Papio hamadyras yang dapat menggali tanah sekitar satu kaki untuk mendapatkan air pada musim kemarau. Penemuan lain dilakukan oleh makaka jepang yang melakukan  pencucian pada kentang, mengambil kacang yang tertimbun pasir, dan penggenangan gandum pada air laut. Hewan yang melakukan penemuan biasanya merupakan hewan muda pada usia 2-7 tahun.
Penggunaan Alat
            Dengan menggunakan alat hewan dapat melakukan  proses penemuan menjadi lebih cepat. Namun, penggunaan alat menurut John Alcock (1972) adalah, memanipulasi objek yang bukan berasal dari hewan, tidak diproduksi oleh organisme tersebut, dimana alat digunakan untuk melakukan improvisasi secara efisien untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Beberapa contoh hewan yang menggunakan alat untuk memudahkan pencapaian yang diinginkan adalah:
  1. ikan Toxotes jaculatrik yang menggunakan air sebagai alat untuk melumpuhkan mangsanya.
  2. beberapa jenis burung finch menggunakan ranting, duri kaktus, dan petiola daun untuk mengorek-ngorek serangga yang terdapat pada pohon yang telah tumbang.
  3. burung Hamirostra melanosterna (sejenia elang), membawa batu pada kedua kakinya, kemudian terbang tinggi, dan akahirnya menjatuhkan batu pada sarang burung emu.
Penggunaan alat oleh hewan paling banyak diketahui pada simpanse. Beberapa alat yang diketahui digunakan oleh simpanse adalah:
1.      penggunaan batang kayu untuk melempar dan memukul.
2.      penggunaan ranting dan rumput untuk mendapatkan rayap
3.      penggunaan batang kayu sebagai alat pengungkit dan pembersih gigi
4.      penggunaan daun sebagai tempat untuk minum dan alat untuk makan
5.      penggunaan daun sebagai alat untuk membersihkan badan
Penggunaan alat yang dilakukan oleh hewan untuk memudahkan pencapaian yang diinginkan menandakan bahwa hewan memiliki intelejensia dan kemauan untuk belajar. Selain itu, penemuan dalam penggunaan suatu alat dapat menjadi tradisi baru pada suatu jenis hewan.
 sumber : makalah sosiologi hewan kelompok satu universitas padjadjaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar