Jumat, 07 Januari 2011

Keanekaragaman tanaman aromatik yang menghasilkan minyak atsiri

Keanekaragaman tanaman aromatik yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan 160-200 jenis yang termasuk dalam famili Labiatae, Compositae, Lauraceae, Graminae, Myrtaceae, Umbiliferae dan lain-lain. Dalam dunia perdagangan telah beredar ± 80 jenis minyak atsiri diantaranya nilam, serai wangi, cengkeh, jahe, pala, fuli, jasmin dan lain-lain, sedang di Indonesia diperkirakan ada 12 jenis minyak atsiri yang diekspor ke pasar dunia. Jenis-jenis minyak atsiri Indonesia yang telah memasuki pasaran internasional diantaranya nilam, serai wangi, akar wangi, kenanga/ylang-ylang, jahe, pala/fuli dan lain-lain.
Sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi oleh petani diekspor,
pangsa pasar beberapa komoditas aromatik seperti nilam (64%), kenanga (67%), akar wangi (26%), serai wangi (12%), pala (72%), cengkeh (63%), jahe (0,4%) dan lada (0,9%) dari ekspor dunia (Ditjenbun 2004; FAO, 2004). Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor minyak atsiri pada tahun 2002, volume impor mencapai 33.184 ton dengan nilai US$ 564 juta, serta hasil olahannya (derivat, isolat dan formula) yang jumlahnya mencapai US$ 117.199-165.033 juta tiap tahun. Diantara minyak atsiri yang diimpor, terdapat tanaman yang sebenarnya dapat diproduksi di Indonesia seperti menthol (Mentha arvensis) dan minyak anis (Clausena anisata). Oleh sebab itu keanekaragaman minyak atsiri Indonesia yang bertujuan untuk ekspor maupun berfungsi sebagai substitusi impor harus ditingkatkan.

Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting bagi Indonesia, karena minyak yang dihasilkan merupakan komoditas ekspor yang cukup mendatangkan devisa negara. Sebagai komoditas ekspor minyak nilam mempunyai prospek yang baik, karena dibutuhkan secara kontinyu dalam industri kosmetik, parfum, sabun dan lain-lain. Penggunaan minyak nilam dalam industri-industri ini karena sifatnya yang fiksative terhadap bahan pewangi lain agar aroma bertahan lama, sehingga dapat mengikat bau wangi dan mencegah penguapan zat pewangi. Nilam adalah tanaman yang berumur produktif selama 1-2 tahun. Panen pertama dapat dilakukan pada umur 6-8 bulan setelah tanam, dan panen selanjutnya dilakukan setiap 3-4 bulan sekali. Setelah 1,5 tahun tanaman nilam memerlukan peremajaan.

Di Indonesia hingga kini terdapat tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan yaitu Pogostemon cablin Benth, Pogostemon heyneanus Benth, don Pogostemon hortensis Benth. Pogostemon cablin Benth dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak diusahakan di daerah itu. Nilam jenis ini tidak berbunga, daun berbulu halus dengan kadar minyak 2,5-5,0%. Pogostemon heyneanus Benth dikenal dengan nama nilam Jawa, tanaman berbunga, daun tipis dan kadar minyak rendah, berkisar antara 0,5-1,5%. Pogostemon hortensis Benth mirip nilam Jawa tetapi juga tidak berbunga, dapat ditemukan di daerah Banten dan sering disebut sebagai nilam sabun.

Tanaman nilam yang banyak umum dibudidayakan di Indonesia yaitu nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) dan nilam Jawa (Pogostemon heyneanus Benth.). Diantara kedua spesies tersebut, nilam Aceh lebih banyak ditanam oleh petani, karena kadar dan kualitas minyaknya lebih tinggi. Seluruh bagian tanaman ini mengandung minyak atsiri, namun kandungan minyak terbesar pada daunnya.

Di pasar internasional minyak - nilam dikenal dengan nama "Patchouli oil". Hasil tanaman nilam adalah minyak yang didapat dengan cara menyuling batang dan daunnya, belum ada senyawa sintetis yang mampu menggantikan peran minyak nilam dalam industri parfum dan kosmetika. Dalam dunia perdagangan dikenal dua macam nilam yaitu "Folia patchouly naturalis" (sebagai insectisida) dan "depurata" (sebagai minyak atsiri).

Minyak nilam merupakan produk yang terbesar untuk minyak atsiri dan pemakaiannya di dunia menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa hingga saat ini belum ada produk apapun baik alami maupun sintetis yang dapat menggantikan minyak nilam dalam posisinya sebagai fixative. Komponen utama minyak nilam (diperoleh dari penyulingan daun nilam) berupa pachoully alcohol (45 - 50%), sebagai penciri utama. Bahan industri kimia penting lain meliputi patchoully camphor, cadinene, benzaldehyde, eugenol, dan cinnamic aldehyde.

Menurut Data Badan Pengembangan Ekspor Nasional pada tahun 2002 rata-rata ekspor minyak atsiri untuk 5 (lima) tahun terakhir mencapai US$ 51,9 juta dengan 77 negara tujuan ekspor. Singapura dan Amerika Serikat adalah penyerap tersebar ekspor minyak atsiri Indonesia masing-masing adalah penyumbang devisa negara US$ 20 per tahun dan US$ 10 juta per tahun. Dari ekspor tersebut minyak nilam mempunyai permintaan sebesar 60 % Nilam termasuk komoditas unggulan nasional dengan luas 9.600 ha dan produksi sebesar 2.100 ton minyak. Berdasarkan data yang diberikan oleh seorang eksportir minyak nilam, kebutuhan minyak nilam dunia berkisar antara 1.100-1.200 ton/ tahun, sedangkan pasokan ini dapat dihasilkan minyak nilam melalui penyulingan daun dan tangkai daun.

Tanaman dianggap matang dan siap panen kalau sudah berumur enam bulan atau 5-8 bulan. Bagian yang dipanen, cabang dari tingkat dua ke atas. Sekitar 20 cm di atas tanah. Biasanya disisakan satu cabang di tingkat pertama untuk mempercepat tumbuhnya tunas baru. Tiga bulan kemudian (bulan ke-9), cabang dan anakan baru dipanen kedua kalinya. Periode panen berikutnya setiap selang tiga bulan. Hasil panen bisa mencapai 3,5-4 ton daun nilam kering, kalau kondisi tanaman bagus.

Pemanenan daun nilam sebaiknya dilakukan pagi hari, atau menjelang petang, ketika musim kering. Maksudnya agar daun tetap mengandung minyak atsiri tinggi (2,5 -5%). Pemetikan siang hari membuat daun kurang elastis dan mudah robek. Juga transpirasi (penguapan air) daun lebih cepat sehingga kadar minyak atsirinya berkurang. Alatnya bisa berupa sabit, gunting, atau parang tajam.

Nilam yang sudah dipanen dipotong-potong 3-5 cm, kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama empat jam (pukul 10.00 - 14.00). Setelah itu diangin-anginkan di atas para-para yang teduh, sambil dibolak-balik 2-3 kali sehari selama 3-4 hari hingga kadar airnya tinggal 15% (ini kondisi siap suling). Pengeringan tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Terlalu cepat membuat daun rapuh dan sulit disuling. Terlambat kering, daun menjadi lembap dan mudah ditumbuhi jamur. Akibatnya, rendemen atau mutu minyak yang dihasilkan menurun. Minyak nilam Indonesia sangat digemari pasar Amerika dan Eropa. Terutama digunakan untuk bahan baku industri pembuatan minyak wangi (sebagai pengikat bau atau fixative parfum), kosmetik, dll.

Bunga melati selain bermanfaat sebagai bunga tabur, bahan campuran atau pengharum teh, melati juga dikenal sebagai bahan industri minyak wangi, kosmetika, parfum, farmasi, dan penghias rangkaian bunga. Bahwa berdasarkan data statistik pertanian, budidaya tanaman melati di wilayah Sampan yang tersebar di Kab. Batang, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang dan Kab. Tegal dengan luas lahan berturut-turut sebagai berikut ; ± 140 Ha, ± 380 Ha, ± 780 Ha dan ± 400 Ha, dengan luas total lahan penanaman yang tersebar diwilayah 4 (empat) kabupaten sebesar 1.700 Ha. Produktivitas rata-rata per hari ± 25 kg per hektar jadi hasil petik bunga melati per hari di wilayah Sapta Mitra Pantura (Kab. Batang, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang dan Kab. Tegal) adalah ± 42.500 kg atau 42,5 ton. Sebagai produsen bunga melati terbesar di wilayah pantai utara, perkebunan-perkebunan melati hanya biasa menjual dalam bentuk bunga melati segar atau berupa roncean, karena belum ada perusahaan yang mampu memproduksi “Minyak melati (Essential Jasmine Oil)”, bukan hanya di wilayah Sapta Mitra Pantura saja, tetapi sampai saat ini di Indonesia belum ada produsen minyak melati. Itulah sebabnya maka harga bunga melati sangat fluktuatif, dimana panen/ petik pada saat musim kemarau harganya bisa mencapai Rp. 10.000,- s.d. Rp. 15.000,- per kg, tetapi petik pada saat musim hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar